Novelis Asal Probolinggo Stebby Julionatan, Lolos Dalam Seleksi UWRF 2021

portalbromo.com – Meski sudah undur diri dari Diskominfo Kota Probolinggo, tak berarti Stebby Julionatan lupa akan daerah asalnya. Terbukti, akhir juni lalu, penyair asal Kota Probolinggo lolos dalam seleksi penulis emerging Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2021 dan kembali membawa nama probolinggo, kali ini di pentas internasional.

Selain menulis puisi, Stebby dikenal sebagai jurnalis, penyiar radio, novelis, dan penggerak literasi. Naskahnya berjudul Rumah Ilalang di tahun 2019 sempat meraih juara dalam lomba penulisan novela penerbit Basabasi, yang berujung pada kontrak penerbitan. Di tahun yang sama ia pun mendapat penghargaan Jatim Harmony dari Gubernur dan Dewan Kesenian Jawa Timur karena dinilai sebagai seniman yang mampu membawa dan menjaga semangat pruralisme di Indonesia.

Sebelum melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia, untuk mengambil Magister Kajian Gender di 2021, tahun 2019 ia sempat diundang UI untuk dapat memoderatori acara peluncuran buku upenyair kecintaannya Sapardi Djoko Damono.

Stebby Julionatan lolos bersama sembilan penulis lain dari Indonesia. Sembilan penulis itu adalah Muhammad Ade Putra (penyair asal Kampar, Riau), Gody Usnaat (penyair asal Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur), Liswindio (penyair asal Bogor, Jawa Barat), Stebby Julionatan (penyair asal Probolinggo, Jawa Timur), Eki Saputra (cerpenis asal Prabumulih, Sumatera Selatan), Intan Andaru (cerpenis asal Banyuwangi, Jawa Timur), Setyaningsih (esais asal Boyolali, Jawa Tengah), dan Tias Yuliana (novelis asal Sidoarjo, Jawa Timur).

Dikutip dari website resmi UWRF, ubudwritersfestival.com, panitia menerima 555 karya dari 468 penulis yang datang dari pelosok wilayah Indonesia. Rinciannya, 231 puisi, 214 cerpen, 60 esai, 29 novel, dan 21 naskah drama.
Tahun ini UWRF melangsungkan dua tahap proses kurasi, yakni prekurasi oleh Christina M. Udiani (editor senior Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta), Warih Wisatsana (Penyair, Bali), Kadek Sonia Piscayanti (Sastrawan dan akademisi, Bali), Darmawati Majid (Pegiat literasi, Gorontalo), serta Virania Munaf (Pemerhati literasi, Sydney – Australia).

Kadek Sonia Piscayanti, salah satu juri prekurasi menyebutkan bahwa dalam UWRF 2021 ini terdapat keluasan dan keberagaman karya secara tema, jenis, dan lokalitas yang ditawarkan. “Para juri pre-kurasi menimbang beberapa hal yang perlu dicatat dalam konteks penilaian yaitu novelty (kebaruan), creativity (eksplorasi bahasa), dan locality (tema kedaerahan),” ujarnya.

Novelty mencakup kebaruan dari segi penawaran cerita maupun garapan sudut pandang baru yang diuji pula dengan konsistensi kualitas karya. Creativity mencakup kreativitas eksplorasi bahasa yang dikemas sedemikian rupa sehingga mampu menimbulkan sebuah keutuhan karya yang berkualitas. Sedangkan locality (tema kedaerahan) menawarkan sebuah prinsip culturally-rooted literature atau sastra yang berakar pada tanah lahirnya dan budaya yang membentuknya, sehingga kualitas suara orisinalitas itu dapat dirasakan.

Kelima juri prekurasi ini memilih 50 penulis nominasi yang selanjutnya diseleksi oleh para kurator akhir, yakni Oka Rusmini (Sastrawan, Bali), Joko Pinurbo (Sastrawan, Yogyakarta), serta Kadek Sonia Piscayanti sebagai perwakilan juri prekurasi. Dalam tahap ini mereka memilih secara lebih cermat 10 penulis emerging Indonesia yang akan berpartisipasi dalam program UWRF.

Setiap karya telah dibaca ulang dan didiskusikan oleh para kurator, baik mengenai tema, pemilihan kata dan diksi, serta aspek kesusastraan lainnya. Sejalan dengan komitmen UWRF untuk menempatkan kualitas karya sebagai parameter yang paling utama dalam proses seleksi, tahun ini UWRF kembali hanya memilih karya-karya terbaik saja.
Oka Rusmini menyatakan bahwa mulat sarira yang menjadi napas penyelenggaraan UWRF telah mampu diterjemahkan secara matang oleh para peserta.

Mereka juga mengangkat ekologi bukan hanya sebagai tema, melainkan diolah secara mendalam selaras konteks kenyataan di wilayahnya. “Sejauh yang bisa saya lihat, para penulis yang terpilih ini sanggup mengolah tema secara apik, di mana tema maupun kekaryaan seiring sejalan.”

Program Seleksi Penulis Emerging Indonesia bertujuan untuk menjembatani para penggiat sastra untuk lebih berkembang. Mereka mendapat kesempatan memperdengarkan karyanya kepada dunia bersama para penulis ternama dari Indonesia maupun internasional.

Sementara itu, Joko Pinurbo mengungkapkan apresiasinya bagi para penulis emerging ini. Dia mencatat nuansa keprihatinan sosial muncul dalam banyak karya. Pengarang juga mengeksplorasi kekayaan lokal secara kreatif, tidak hanya menjadikannya tempelan, sehingga menjadi alat ucap yang mengandung kedalaman makna.

“Unsur lain yang bagi saya menarik ialah perihal kompleksitas isi: bagaimana melalui ruang yang sempit, kompleksitas tema bisa dieksplorasi sehingga punya perspektif yang baru,” tambah Joko Pinurbo. “Kita jadi sadar bahwa Indonesia memang kompleks dan para pengarang bisa menunjukan masalah krusial yang mendasar dan menjadikannya inspirasi untuk eksplorasi lebih lanjut.” jelasnya

Emerging adalah istilah yang digunakan oleh UWRF untuk para penulis Indonesia yang memiliki karya berkualitas namun belum memperoleh publikasi yang memadai. Program Seleksi Penulis Emerging Indonesia adalah bagian dari komitmen Yayasan Mudra Swari Saraswati untuk mendukung kehidupan masyarakat Indonesia melalui program-program seni dan budaya.

Selain itu, program ini merupakan wadah untuk menemukan calon bintang-bintang sastra masa depan Indonesia. “Ada representasi menarik dari anak muda Indonesia dari seluruh nusantara dengan berbagai karya menarik yang membahas tema perubahan iklim,” tutur Janet DeNeefe, Pendiri dan Direktur UWRF.

“Kami juga bangga dapat menawarkan kepada mereka beberapa lokakarya dengan penulis hebat dari University of Iowa, Amerika Serikat.” tandasnya.(wn)

Respon (93)

  1. There is something to think about: supporters of totalitarianism in science, who are a vivid example of the continental-European type of political culture, will be associated with the industries. As has already been repeatedly mentioned, the shareholders of the largest companies are only the method of political participation and subjected to a whole series of independent research.

  2. Preliminary conclusions are disappointing: the introduction of modern methods helps to improve the quality of the mass participation system. On the other hand, the constant information and propaganda support of our activities requires us to analyze the phased and consistent development of society.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *